Jakarta - Setjen DPR mengadakan pencetakan kalender meja dan dinding dengan anggaran yang bersumber dari tahun 2011 senilai Rp 1,3 miliar. Nilai ini dinilai fantastis. Sebab jika harus mencetak hingga 11 ribu kalender, diperkirakan hanya butuh 200-an juta rupiah saja.
"Kalau sampai Rp 1,3 miliar kan fantastis sekali! Karena seharusnya nggak sampai sebesar itu. Proyek-proyek DPR ini kok kebanyakan sifatnya asesoris ya karena tidak berkaitan dengan fungsi DPR. Nggak substantif mendukung kinerja," ujar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan.
Berikut ini wawancara detikcom dengan Yuna, Selasa (17/1/2012):
DPR mengeluarkan Rp 1,3 miliar untuk proyek kalender dari anggaran 2011. Menurut Anda ini wajar atau berlebihan?
Orientasinya sekadar menghabiskan anggaran. Larinya kan pemborosan. Informasinya 1 anggota DPR mendapat 20 kalender, sehingga mungkin jatuhnya sekitar 11 ribuan kalender yang diproduksi. Kalau satu kalender dihargai Rp 15 ribu, maka jatuhnya nggak sampai Rp 200 juta.
Kalau sampai Rp 1,3 miliar kan fantastis sekali! Karena seharusnya nggak sampai sebesar itu. Proyek-proyek DPR ini kok kebanyakan sifatnya asesoris ya karena tidak berkaitan dengan fungsi DPR. Nggak substantif mendukung kinerja.
Proyek kalender ini diambil dari penganggaran 2011, tapi Setjen DPR tidak tahu. Menurut Anda kurang koordinasi?
Ada yang salah dengan mekanisme rumah tangga DPR. Soal rumah tangga DPR ini kan pencairan anggaran ada di Setjen. Nah Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang mengesahkan. Maka itu kalau ada proyek dan jadi sorotan, BURT jangan lepas tangan.
Bagaimana DPR bisa mengawasi pemerintah jika pengawasan rumah tangganya sendiri tidak maksimal. Kalau terbukti Sekjen melampaui kewenangan, maka harus dipecat.
Ini juga menunjukkan kelemahan Ketua BURT, karena sudah beberapa kali proyek bernilai fantastis itu muncul. Selalu berulang. Ketika ini terjadi BURT salahkan Sekjen. Sebenarnya kalau mau serius, beberkan proyek sebelum anggaran diketok. Beberkan proyek apa saja, jadi bisa dikritisi.
Bisa kita lihat proyek yang harganya fantastis, ketika dikritik nilainya turun. Ini menandakan sebenarnya angka itu bisa ditekan. Jadi saya lihat ada kelemahan penyusunan anggaran di DPR.
Pengharum ruangan yang total proyeknya senilai Rp 1,6 miliar mengambil anggaran dari 2012. Kalau dihitung-hitung seharinya menghabiskan sekitar Rp 400-an ribu lebih sedikit untuk pengharum. Untuk gedung sebesar DPR, angka ini cukup wajar?
Pengharum ruangan nggak substantif karena hanya di lift dan beberapa ruangan. Pengharum ruangan ini nggak berpengaruh ke kinerja DPR. Kalau dana yang ada untuk melengkapi kelengkapan DPR, seperti untuk tenaga ahli, saya kira itu lebih substantif ketimbang pengharum ruangan.
BUkan sekadar boros atau nggak, tapi juga soal prioritas. Apakah pengeluaran yang miliaran rupiah ini telah menyentuh kebutuhan DPR. Kalau tidak kan jadi ejek-ejekan publik, 'oh DPR itu bau-bau sehingga butuh pengharum miliran rupiah'.
Terkait renovasi ruang rapat Banggar yang angkanya sekitar Rp 20 miliar, di mana pimpinan BURT DPR maupun pimpinan Banggar DPR mengaku tak tahu-menahu, menurut Anda mengapa ini terjadi?
Ini harus dicari tahu, permasalahannya ada di mana. Apakah memang tidak ada laporam atau bagaimana. Untuk itu, Badan Kehormatan DPR bisa melihat dan memeriksa pimpinan BURT dan anggota. Pimpinan fraksi juga bisa menegur anggotanya di BURT.
BK bisa mengkroscek langsung ke BURT tahu nggak soal proyek itu. Kalau nggak tahu, lalu panggil Sekjen dan lakukan klarifikasi di depan publik. Kalau persoalan di Sekjen, maka harus legowo diganti. Juga kalau masalahnya di BURT maka harus legowo diganti.
Renovasi ruangan Banggar ini kan dilakukan di akhir tahun anggaran, sehingga kesannya untuk menghabiskan anggaran. Yang menjalankan proyek ini adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan rumah jabatan anggota DPR, yang menurut kita wanprestasi karena tidak tepat waktu dan sebagainya. Tapi kenapa perusahaan ini yang memenangkan untuk melakukan renovasi Banggar. Kenapa yang sudah wanprestasi dipakai lagi. Apakah memang diatur? Ini harus diusut, Komisi Pemberantasna Korupsi (KPK) pas untuk masuk.
Pembangunan ruang Banggar yang mewah ini mungkin bisa mendukung kinerja Banggar, meski di sisi lain melukai perasaan rakyat?
Saya kira bukan hanya melukai tapi juga mengangkangi. Sekarang ini kita lagi membangkitkan nasionalisme dengan menggunakan produk dalam negeri, eh renovasi ruangan itu malah menggunakan kursi impor. Renovasi yang memakan sekitar Rp 20 miliar ini kan bisa digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana (RSS) sekitar 250 rumah.
Sekarang ini banyak korban bencana, nah, sensitivitas Dewan bagaimana? Fungsi anggaran juga bermasalah. Ada dugaan suap terkait pengalokasian dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID), suap terkait kasus Nazaruddin, dan sebagainya. Ini menunjukkan wajah buruk Banggar. Seolah parpol digunakan jadi mesin pencari uang dari keuangan negara.
Anggaran membuat fasilitas eksklusif dibanding alat kelengkapan DPR lainnya mengesankan Banggar adalah sesuatu yang wah. Nanti disfungsi anggaran lagi kalau bermewah-mewahan untuk fasilitasnya.
Ke depan bagaimana meminimalkan kejadian serupa terulang?
Tubuh anggaran DPR harus sudah bersih. Kalau sudah kuat baru mengkritisi anggaran pemerintah, DPR harus jadi lokomotif dalam hal transparansi. Jangan karena kita korek diam-diam, baru muncul, sebelum anggaran rumah tangga ditetapkan jadi DIPA, seharusnya dibeberkan ke publik dan bisa kritisi mana yang layak dan tidak.
Sehingga ada legitimasi dalam menjalankan proyeknya, selain itu DPR juga punya kekuatan mengkritisi anggaran pemerintah. Anggaran rumah tangga DPR harus transparan. Sehingga publik akan tahu mana proyek yang akan dibahas, anggota mana saja yang ngotot. Sebelum disahkan mungkin bisa diparipurnakan untuk membuka, sehingga kelihatan mana yang tidak setuju dengan proyek mercu suar DPR ini.
Ini cara paling efektif untuk menghindari resistensi publik pada proyek-proyek DPR?
Iya. DPR kan juga punya website. Semua pengadaan tidak ditampilkan di Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Seluruh proyek terkait DPR bisa disosialisasikan di website DPR. Tahun ini ada belanja modal sekitar Rp 250 miliar, nah di website ini harus diuraikan apa saja.
Tahun ini katanya ada renovasi rumah jabatan. Padahal tahun lalu baru direnovasi. Soal ini harus dijelaskan. Harus ditampilkan secara rinci, sehingga pas pelaksanaan bisa dikritisi, untuk mencegah dana fantastis yang tidak jelas.
DPR harus bisa jadi lokomotif transparansi anggaran. Kalau tidak, ketika fungsi anggaran yang dapat sorotan publik karena banyaknya kasus, ketika Banggar dapat fasilitas yang jauh lebih mewah, menjadikan Banggar ekslusif dan didiskreditkan.
"Kalau sampai Rp 1,3 miliar kan fantastis sekali! Karena seharusnya nggak sampai sebesar itu. Proyek-proyek DPR ini kok kebanyakan sifatnya asesoris ya karena tidak berkaitan dengan fungsi DPR. Nggak substantif mendukung kinerja," ujar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan.
Berikut ini wawancara detikcom dengan Yuna, Selasa (17/1/2012):
DPR mengeluarkan Rp 1,3 miliar untuk proyek kalender dari anggaran 2011. Menurut Anda ini wajar atau berlebihan?
Orientasinya sekadar menghabiskan anggaran. Larinya kan pemborosan. Informasinya 1 anggota DPR mendapat 20 kalender, sehingga mungkin jatuhnya sekitar 11 ribuan kalender yang diproduksi. Kalau satu kalender dihargai Rp 15 ribu, maka jatuhnya nggak sampai Rp 200 juta.
Kalau sampai Rp 1,3 miliar kan fantastis sekali! Karena seharusnya nggak sampai sebesar itu. Proyek-proyek DPR ini kok kebanyakan sifatnya asesoris ya karena tidak berkaitan dengan fungsi DPR. Nggak substantif mendukung kinerja.
Proyek kalender ini diambil dari penganggaran 2011, tapi Setjen DPR tidak tahu. Menurut Anda kurang koordinasi?
Ada yang salah dengan mekanisme rumah tangga DPR. Soal rumah tangga DPR ini kan pencairan anggaran ada di Setjen. Nah Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang mengesahkan. Maka itu kalau ada proyek dan jadi sorotan, BURT jangan lepas tangan.
Bagaimana DPR bisa mengawasi pemerintah jika pengawasan rumah tangganya sendiri tidak maksimal. Kalau terbukti Sekjen melampaui kewenangan, maka harus dipecat.
Ini juga menunjukkan kelemahan Ketua BURT, karena sudah beberapa kali proyek bernilai fantastis itu muncul. Selalu berulang. Ketika ini terjadi BURT salahkan Sekjen. Sebenarnya kalau mau serius, beberkan proyek sebelum anggaran diketok. Beberkan proyek apa saja, jadi bisa dikritisi.
Bisa kita lihat proyek yang harganya fantastis, ketika dikritik nilainya turun. Ini menandakan sebenarnya angka itu bisa ditekan. Jadi saya lihat ada kelemahan penyusunan anggaran di DPR.
Pengharum ruangan yang total proyeknya senilai Rp 1,6 miliar mengambil anggaran dari 2012. Kalau dihitung-hitung seharinya menghabiskan sekitar Rp 400-an ribu lebih sedikit untuk pengharum. Untuk gedung sebesar DPR, angka ini cukup wajar?
Pengharum ruangan nggak substantif karena hanya di lift dan beberapa ruangan. Pengharum ruangan ini nggak berpengaruh ke kinerja DPR. Kalau dana yang ada untuk melengkapi kelengkapan DPR, seperti untuk tenaga ahli, saya kira itu lebih substantif ketimbang pengharum ruangan.
BUkan sekadar boros atau nggak, tapi juga soal prioritas. Apakah pengeluaran yang miliaran rupiah ini telah menyentuh kebutuhan DPR. Kalau tidak kan jadi ejek-ejekan publik, 'oh DPR itu bau-bau sehingga butuh pengharum miliran rupiah'.
Terkait renovasi ruang rapat Banggar yang angkanya sekitar Rp 20 miliar, di mana pimpinan BURT DPR maupun pimpinan Banggar DPR mengaku tak tahu-menahu, menurut Anda mengapa ini terjadi?
Ini harus dicari tahu, permasalahannya ada di mana. Apakah memang tidak ada laporam atau bagaimana. Untuk itu, Badan Kehormatan DPR bisa melihat dan memeriksa pimpinan BURT dan anggota. Pimpinan fraksi juga bisa menegur anggotanya di BURT.
BK bisa mengkroscek langsung ke BURT tahu nggak soal proyek itu. Kalau nggak tahu, lalu panggil Sekjen dan lakukan klarifikasi di depan publik. Kalau persoalan di Sekjen, maka harus legowo diganti. Juga kalau masalahnya di BURT maka harus legowo diganti.
Renovasi ruangan Banggar ini kan dilakukan di akhir tahun anggaran, sehingga kesannya untuk menghabiskan anggaran. Yang menjalankan proyek ini adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan rumah jabatan anggota DPR, yang menurut kita wanprestasi karena tidak tepat waktu dan sebagainya. Tapi kenapa perusahaan ini yang memenangkan untuk melakukan renovasi Banggar. Kenapa yang sudah wanprestasi dipakai lagi. Apakah memang diatur? Ini harus diusut, Komisi Pemberantasna Korupsi (KPK) pas untuk masuk.
Pembangunan ruang Banggar yang mewah ini mungkin bisa mendukung kinerja Banggar, meski di sisi lain melukai perasaan rakyat?
Saya kira bukan hanya melukai tapi juga mengangkangi. Sekarang ini kita lagi membangkitkan nasionalisme dengan menggunakan produk dalam negeri, eh renovasi ruangan itu malah menggunakan kursi impor. Renovasi yang memakan sekitar Rp 20 miliar ini kan bisa digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana (RSS) sekitar 250 rumah.
Sekarang ini banyak korban bencana, nah, sensitivitas Dewan bagaimana? Fungsi anggaran juga bermasalah. Ada dugaan suap terkait pengalokasian dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID), suap terkait kasus Nazaruddin, dan sebagainya. Ini menunjukkan wajah buruk Banggar. Seolah parpol digunakan jadi mesin pencari uang dari keuangan negara.
Anggaran membuat fasilitas eksklusif dibanding alat kelengkapan DPR lainnya mengesankan Banggar adalah sesuatu yang wah. Nanti disfungsi anggaran lagi kalau bermewah-mewahan untuk fasilitasnya.
Ke depan bagaimana meminimalkan kejadian serupa terulang?
Tubuh anggaran DPR harus sudah bersih. Kalau sudah kuat baru mengkritisi anggaran pemerintah, DPR harus jadi lokomotif dalam hal transparansi. Jangan karena kita korek diam-diam, baru muncul, sebelum anggaran rumah tangga ditetapkan jadi DIPA, seharusnya dibeberkan ke publik dan bisa kritisi mana yang layak dan tidak.
Sehingga ada legitimasi dalam menjalankan proyeknya, selain itu DPR juga punya kekuatan mengkritisi anggaran pemerintah. Anggaran rumah tangga DPR harus transparan. Sehingga publik akan tahu mana proyek yang akan dibahas, anggota mana saja yang ngotot. Sebelum disahkan mungkin bisa diparipurnakan untuk membuka, sehingga kelihatan mana yang tidak setuju dengan proyek mercu suar DPR ini.
Ini cara paling efektif untuk menghindari resistensi publik pada proyek-proyek DPR?
Iya. DPR kan juga punya website. Semua pengadaan tidak ditampilkan di Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Seluruh proyek terkait DPR bisa disosialisasikan di website DPR. Tahun ini ada belanja modal sekitar Rp 250 miliar, nah di website ini harus diuraikan apa saja.
Tahun ini katanya ada renovasi rumah jabatan. Padahal tahun lalu baru direnovasi. Soal ini harus dijelaskan. Harus ditampilkan secara rinci, sehingga pas pelaksanaan bisa dikritisi, untuk mencegah dana fantastis yang tidak jelas.
DPR harus bisa jadi lokomotif transparansi anggaran. Kalau tidak, ketika fungsi anggaran yang dapat sorotan publik karena banyaknya kasus, ketika Banggar dapat fasilitas yang jauh lebih mewah, menjadikan Banggar ekslusif dan didiskreditkan.
0 komentar:
Posting Komentar